Cinta Pertama ?
Karya Ines Sherly Zahrina
Namaku Zahra, aku
mahasiswi semester 3 di salah satu fakultas Negeri ternama di Jogja. Kehidupanku
saat ini seperti mahasiswi normal pada umumnya. Sibuk dengan segala jenis tugas
dari dosen-dosen yang membuatku pusing. Kehidupan di kuliah ini sangat jauh
berbeda dari kehidupanku ketika masih SMA. Segalanya terasa asing. Ah, sekarang
aku justru teringat kenanganku di kala SMA.
Masa SMA adalah
masa paling membahagiakan, menurutku. Saat itu aku adalah remaja pada umumnya
yang hari-harinya diisi dengan kisah persahabatan dan tentunya percintaan.
Mungkin aku termasuk remaja yang beruntung kala itu karena berhasil mengenal
dan memaknai sebuah persabatan dan percintaan sekaligus pada satu orang yang
sampai detik ini masih terus aku ingat. Namanya Renaldy Darmawan, aku
mengenalnya sejak awal aku masuk SMA. Dimulai dari sebuah perkenalan di suatu
ekskul yang kami ikuti bersama.
“Gua Renaldy, nama
elo siapa ?” ujarnya seraya mengulurkan tangan.
“Zahra Delyna,
salam kenal yaaa.” Jawabku sambil menyambut uluran tangannya.
Itulah awal
percakapan kami yang mengawali segala kisah persahabatan dan percintaan kami.
Pada awalnya tidak ada terbesit niatku untuk jatuh cinta pada Renaldy. Karena
di awal semester aku menyukai seseorang yang satu kelas denganku, namun aku
hanya menyukainya. Tidak lebih. Memang sih aku sudah enam kali pacaran, tapi
menurutku itu hanya sekedar lewat begitu saja kisahnya. Tidak pernah ada yang
sampai benar-benar mengena di hatiku. Bahkan menurutku, aku sampai saat itu
belum menemui cinta pertamaku. Karena belum ada yang berhasil membuatku
benar-benar jatuh cinta.
Tapi, Renaldy
mengubah semua persepsiku tentang cinta. Mengubah segalanya. Renaldy yang
awalnya bukan siapa-siapa perlahan masuk ke kehidupanku menjadi sahabat. Dan
dengan perlahan pula, sebagai sahabat dia berhasil membuatku jatuh cinta
padanya.
Kalau kata pepatah
orang jawa mengatakan :
“Witing tresno
jalanan sokokulino.” Cinta yang tumbuh
karena terbiasa.
Persahabatan kami
diwarnai kisah suka maupun duka. Aku amat sangat menyayangi Renaldy. Sifatku
sangat manja, aku sering merepotkan dia.
“Renaldy, anterin
gua pulang yuuuukkkk.” Dengan memaksanya karena takut dia menolak.
“Oh yaudah ayo.”
Jawabnya dengan senyum.
“Yakin nih mau
nganterin gua ?” tanyaku tak percaya.
“Hahaha slow aja kali Ra, kayak apa aja.”
Dirinya meyakinkanku.
Yah,
itulah Renaldy dengan segala kebaikan dan ketulusan dia. Dia tidak pernah menolak
segala permintaanku. Dia tidak pernah balas marah saat aku marah padanya.
Segala hal aku habiskan bersamanya, makan bersamanya, main bersamanya, bahkan
tertawa dan menangispun bersama dia.
Mudah saja mungkin bagi dia untuk pergi dan tidak peduli padaku, tapi dia tidak
pernah melakukannya sampai saat itu.
Teringat saat aku
makan bubur ayam, mie ayam, dan bakso
bersama dia. Renaldy bukan orang yang gendut tapi porsi makannya sangat besar.
“Hahaha banyak
banget sih lo makannya :D.” Aku menertawakan dia saat kami makan mie ayam
sepulang dari sekolah.
“Biarin lah, yang
penting kenyang. Daripada elo sok diet-diet .” Jawabnya dengan mulut penuh
bakso.
Renaldy yang lucu,
dengan segala tingkah dia yang membuatku selalu tertawa. Renaldy yang menjagaku
dengan selalu memegang tanganku saat kami pergi bermain ke pasar malam.
“Biar elo nggak
ilang Ra.” Katanya sambil menggenggam tanganku hangat.
Renaldy yang tak pernah bisa melihat aku
menangis. Renaldy yang selalu membantuku. Aku menyayangi dia, jauh melebihi
dari apa yang mampu aku ucapkan.
Namun, persahabatan
kami perlahan berubah menjadi semenjak aku menyadari kalau aku mulai mencintai
dia. Ya kurasa dia cinta pertamaku. Cinta yang muncul setelah hampir setahun
lebih kami menjalin persahabatan, cinta yang tidak mudah begitu saja muncul
setelah apa yang kami lalui bersama.
Tapi ketika kami
meginjakkan kaki kami di kelas XI, perlahan semua mulai berbeda. Setelah Renaldy
menjadi ketua ekskul semakin sibuk lah Renaldy. Seakan melupakan aku yang
selalu merindukan dia kembali. Tapi sempat di awal semester kami sangat dekat,
namun tak pernah terucap dan terpikir untuk meneruskan hubungan kami hingga
berpacaran.
“Gua sayang elo Ra,
gua selalu ada buat elo.” Katanya suatu saat. Kata-kata itu terucap langsung
dari bibirnya, membuatku bingung tentang perasaan yang ada di hati kami.
“Gua juga sayang
banget sama elo Dy, sayang banget malah.” Jawabku.
Tapi suatu hari di
bulan Oktober, Renaldy tiba-tiba menjauhi aku. Aku bingung, apa salahku padanya
? Apa aku telah menyakiti hatinya ? Entah lah, aku tak pernah tau apa
penyebabnya hingga kini. Sampai akhirnya kami kelas XII pun Renaldy tetap
membisu menjauhi aku tanpa pernah memberikan penjelasan padaku. Perih kurasakan
saat perlahan kenangan indah antara kami berdua kembali hadir. Saat aku melihat
dia lewat begitu saja di depanku seakan tak pernah mengenalku. Sampai disini
sajakah kisah kami berdua ?
Hingga tiba saatnya
kami lulus pun, dia masih membisu. Masih diam saat menatapku dengan tatapan
teduh matanya. Kuberanikan diri, kusampaikan padanya sebuah buku yang terisi
penuh kenangan diantara kami.
“Terima kasih untuk
semua kenangan yang telah elo berikan. Gua masih menyanyangi elo Renaldy,
semoga kita ketemu lagi nanti. Suatu saat.” Kataku sambil menahan tangis
dihadapannya.
Namun Renaldy tak
pernah menjawab, dia hanya tersenyum. Senyum terindah sekaligus senyum paling
menyakitkan bagiku. Aku lalu pergi membalikkan badan tanpa berkata, dan
tangiskupun pecah tanpa ia pernah tau.
Itulah akhir dari kisah kami berdua, senyum
yang kuartikan sebagai senyum perpisahan saat terakhir kali aku melihatnya.
Sejak kami benar-benar terpisah, terpisah antara ruang dan waktu. Renaldy dari
kabar terakhir yang kudengar Renaldy sekarang berkuliah di UI menjadi seorang
aktivis di universitasnya. Tapi sejujurnya sampai detik inipun, perasaan itu
tak pernah hilang dari hatiku. Cinta pertama yang ternyata kudapatkan di masa
SMA. Andai aku bisa bertemu dia lagi, akan kukatakan bahwa aku mencintaimu Renaldy Darmawan.
dari hati agaknya mah cerpen ini, hm
BalasHapusenggak kok noer :)
BalasHapus