Ads 468x60px

Labels

artikel (15) cerita (9) cerpen (3) curhat (15) osc (1)

tinggalkan kesan ! :)

Selasa, 24 Januari 2012

Cinta Pertama ?


Cinta Pertama ?
Karya Ines Sherly Zahrina
Namaku Zahra, aku mahasiswi semester 3 di salah satu fakultas Negeri ternama di Jogja. Kehidupanku saat ini seperti mahasiswi normal pada umumnya. Sibuk dengan segala jenis tugas dari dosen-dosen yang membuatku pusing. Kehidupan di kuliah ini sangat jauh berbeda dari kehidupanku ketika masih SMA. Segalanya terasa asing. Ah, sekarang aku justru teringat kenanganku di kala SMA.
Masa SMA adalah masa paling membahagiakan, menurutku. Saat itu aku adalah remaja pada umumnya yang hari-harinya diisi dengan kisah persahabatan dan tentunya percintaan. Mungkin aku termasuk remaja yang beruntung kala itu karena berhasil mengenal dan memaknai sebuah persabatan dan percintaan sekaligus pada satu orang yang sampai detik ini masih terus aku ingat. Namanya Renaldy Darmawan, aku mengenalnya sejak awal aku masuk SMA. Dimulai dari sebuah perkenalan di suatu ekskul yang kami ikuti bersama.
“Gua Renaldy, nama elo siapa ?” ujarnya seraya mengulurkan tangan.
“Zahra Delyna, salam kenal yaaa.” Jawabku sambil menyambut uluran tangannya.
Itulah awal percakapan kami yang mengawali segala kisah persahabatan dan percintaan kami. Pada awalnya tidak ada terbesit niatku untuk jatuh cinta pada Renaldy. Karena di awal semester aku menyukai seseorang yang satu kelas denganku, namun aku hanya menyukainya. Tidak lebih. Memang sih aku sudah enam kali pacaran, tapi menurutku itu hanya sekedar lewat begitu saja kisahnya. Tidak pernah ada yang sampai benar-benar mengena di hatiku. Bahkan menurutku, aku sampai saat itu belum menemui cinta pertamaku. Karena belum ada yang berhasil membuatku benar-benar jatuh cinta.
Tapi, Renaldy mengubah semua persepsiku tentang cinta. Mengubah segalanya. Renaldy yang awalnya bukan siapa-siapa perlahan masuk ke kehidupanku menjadi sahabat. Dan dengan perlahan pula, sebagai sahabat dia berhasil membuatku jatuh cinta padanya.
Kalau kata pepatah orang jawa mengatakan :
“Witing tresno jalanan sokokulino.”  Cinta yang tumbuh karena terbiasa.
Persahabatan kami diwarnai kisah suka maupun duka. Aku amat sangat menyayangi Renaldy. Sifatku sangat manja, aku sering merepotkan dia.
“Renaldy, anterin gua pulang yuuuukkkk.” Dengan memaksanya karena takut dia menolak.
“Oh yaudah ayo.” Jawabnya dengan senyum.
“Yakin nih mau nganterin gua ?” tanyaku tak percaya.
“Hahaha slow aja kali Ra, kayak apa aja.” Dirinya meyakinkanku.
Yah, itulah Renaldy dengan segala kebaikan dan ketulusan dia. Dia tidak pernah menolak segala permintaanku. Dia tidak pernah balas marah saat aku marah padanya. Segala hal aku habiskan bersamanya, makan bersamanya, main bersamanya, bahkan tertawa dan menangispun  bersama dia. Mudah saja mungkin bagi dia untuk pergi dan tidak peduli padaku, tapi dia tidak pernah melakukannya sampai saat itu.
Teringat saat aku makan bubur ayam, mie ayam,  dan bakso bersama dia. Renaldy bukan orang yang gendut tapi porsi makannya sangat besar.
“Hahaha banyak banget sih lo makannya :D.” Aku menertawakan dia saat kami makan mie ayam sepulang dari sekolah.
“Biarin lah, yang penting kenyang. Daripada elo sok diet-diet .” Jawabnya dengan mulut penuh bakso.
Renaldy yang lucu, dengan segala tingkah dia yang membuatku selalu tertawa. Renaldy yang menjagaku dengan selalu memegang tanganku saat kami pergi bermain ke pasar malam.
“Biar elo nggak ilang Ra.” Katanya sambil menggenggam tanganku hangat.
 Renaldy yang tak pernah bisa melihat aku menangis. Renaldy yang selalu membantuku. Aku menyayangi dia, jauh melebihi dari apa yang mampu aku ucapkan.
Namun, persahabatan kami perlahan berubah menjadi semenjak aku menyadari kalau aku mulai mencintai dia. Ya kurasa dia cinta pertamaku. Cinta yang muncul setelah hampir setahun lebih kami menjalin persahabatan, cinta yang tidak mudah begitu saja muncul setelah apa yang kami lalui bersama.
Tapi ketika kami meginjakkan kaki kami di kelas XI, perlahan semua mulai berbeda. Setelah Renaldy menjadi ketua ekskul semakin sibuk lah Renaldy. Seakan melupakan aku yang selalu merindukan dia kembali. Tapi sempat di awal semester kami sangat dekat, namun tak pernah terucap dan terpikir untuk meneruskan hubungan kami hingga berpacaran.
“Gua sayang elo Ra, gua selalu ada buat elo.” Katanya suatu saat. Kata-kata itu terucap langsung dari bibirnya, membuatku bingung tentang perasaan yang ada di hati kami.
“Gua juga sayang banget sama elo Dy, sayang banget malah.” Jawabku.
Tapi suatu hari di bulan Oktober, Renaldy tiba-tiba menjauhi aku. Aku bingung, apa salahku padanya ? Apa aku telah menyakiti hatinya ? Entah lah, aku tak pernah tau apa penyebabnya hingga kini. Sampai akhirnya kami kelas XII pun Renaldy tetap membisu menjauhi aku tanpa pernah memberikan penjelasan padaku. Perih kurasakan saat perlahan kenangan indah antara kami berdua kembali hadir. Saat aku melihat dia lewat begitu saja di depanku seakan tak pernah mengenalku. Sampai disini sajakah kisah kami berdua ?
Hingga tiba saatnya kami lulus pun, dia masih membisu. Masih diam saat menatapku dengan tatapan teduh matanya. Kuberanikan diri, kusampaikan padanya sebuah buku yang terisi penuh kenangan diantara kami.
“Terima kasih untuk semua kenangan yang telah elo berikan. Gua masih menyanyangi elo Renaldy, semoga kita ketemu lagi nanti. Suatu saat.” Kataku sambil menahan tangis dihadapannya.
Namun Renaldy tak pernah menjawab, dia hanya tersenyum. Senyum terindah sekaligus senyum paling menyakitkan bagiku. Aku lalu pergi membalikkan badan tanpa berkata, dan tangiskupun pecah tanpa ia pernah tau.
 Itulah akhir dari kisah kami berdua, senyum yang kuartikan sebagai senyum perpisahan saat terakhir kali aku melihatnya. Sejak kami benar-benar terpisah, terpisah antara ruang dan waktu. Renaldy dari kabar terakhir yang kudengar Renaldy sekarang berkuliah di UI menjadi seorang aktivis di universitasnya. Tapi sejujurnya sampai detik inipun, perasaan itu tak pernah hilang dari hatiku. Cinta pertama yang ternyata kudapatkan di masa SMA. Andai aku bisa bertemu dia lagi, akan kukatakan bahwa aku mencintaimu Renaldy Darmawan.

2 komentar: